Kami tiba di bandara Kasiguncu pada tanggal 23 November 2007. Dari bandara kami langsung menuju rumah baru ini dan anak - anak sangat bersemangat melihat rumah baru kami yang menghadap ke teluk Tomini itu. Mereka memang sudah pernah ke Poso beberapa puluh tahun lalu saat mereka kecil. Pada saat ayah mereka masih ada, Andi Pasah, suamiku, kami berlima pulang kampung untuk berlebaran bersama mertuaku yang saat itu masih ada. Karena penyakit jantung, nenek mereka yang sangat baik hati dan sayang pada cucu - cucunya itu meninggal dunia. Namun anak - anaknya, saudara kandung suamiku seperti kak Nisa, kak Hetty dan kak Juati masih mukim di daerah Poso dan telah beranak dan bercucu di sini. Maka itu anak - anakku mau pindah kesini karena pertimbangan banyaknya saudara mereka dari pihak Bang Andi Pasah.
Ketiga anakku itu semuanya wanita. Anakku pertama, Merita, umur 17 tahun, sudah duduk dikelas tiga sekolah menengah atas dan aku pindahkan ke SMU Negeri Tiga di kota Poso. Anak keduaku, Laras, berumur 15 tahun, baru saja memasuki kelas dua sekolah menengah pertama. Dia ku pindahkan ke SMP Negeri Lima. Sedangkan si bungsu, Dewi, berusia 11 tahun, duduk di kelas lima sekolah dasar, dan kini bersekolah di SD Negeri Satu. Anak-anak sangat antusias untuk memulai hidup baru di sini, menikmati suasana desa yang tenang dan damai, berbeda jauh dari keramaian Jakarta Barat.
Hari pertama di rumah baru, kami semua sibuk menata barang-barang. Rumah ini besar dan luas, dengan halaman yang terbentang menghadap teluk. Pohon-pohon besar di sekelilingnya menambah kesan asri. Namun, malam pertama kami di rumah itu menghadirkan kejadian yang tidak terduga.
Malam itu, setelah selesai makan malam, kami semua beristirahat di ruang keluarga. Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki di lantai atas. Aku mengira mungkin itu salah satu dari anak-anak yang berjalan-jalan di atas. Namun, ketika aku mengecek, mereka semua sudah tidur di kamar masing-masing.
Keesokan harinya, Merita bercerita bahwa dia mendengar suara perempuan menangis di dekat jendela kamarnya sekitar tengah malam. Awalnya, aku pikir mungkin itu hanya imajinasinya saja. Namun, pada malam berikutnya, aku sendiri mendengar suara serupa dari kamar Laras. Suara itu sangat pelan, seperti seorang perempuan yang terisak-isak.
Kami mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Mungkin saja itu hanya suara angin atau suara binatang malam. Namun, kejadian aneh terus berlanjut. Dewi sering mengeluh bahwa boneka-bonekanya berpindah tempat sendiri, dan suatu malam, Laras menemukan sebuah pesan tertulis di cermin kamar mandi: "Tolong, bebaskan aku."
Ketakutan mulai merayapi kami semua. Aku mencoba mencari tahu lebih banyak tentang sejarah rumah ini. Dari tetangga, aku mendengar cerita bahwa rumah ini dulunya milik seorang janda kaya bernama Ny. Ratu. Dia hidup sendiri setelah kematian suaminya yang misterius. Beberapa orang mengatakan Ny. Ratu sering terlihat berbicara sendiri dan melakukan ritual aneh di tengah malam. Setelah kematiannya, rumah ini beberapa kali berganti pemilik, namun tak satu pun yang bertahan lama. Mereka semua pergi dengan alasan yang tidak jelas.
Suatu malam, saat aku sedang berbaring di tempat tidur, aku merasa ada yang mengawasi dari pojok ruangan. Bayangan hitam bergerak cepat di antara kegelapan. Aku mendengar bisikan-bisikan aneh, seolah-olah ada banyak orang di ruangan itu. Ketika lampu tiba-tiba padam, aku merasa sesuatu merayap di tubuhku, membuat bulu kudukku berdiri.
Aku mencoba mencari bantuan dari seorang paranormal setempat, Pak Hasan. Dia datang dan mulai melakukan ritual untuk membersihkan rumah dari energi negatif. Menurutnya, ada roh penasaran yang terperangkap di rumah ini. Saat dia melakukan ritual, tiba-tiba angin kencang bertiup, membuat semua jendela dan pintu berderak. Pak Hasan terlihat cemas, namun dia melanjutkan ritualnya hingga selesai.
Namun, meskipun Pak Hasan sudah melakukan ritual, kejadian aneh tidak juga berhenti. Suara langkah kaki, tangisan, dan bayangan-bayangan aneh masih sering muncul. Anak-anak mulai ketakutan dan tidak berani tidur sendiri. Kami semua sering berkumpul di ruang keluarga, berharap menemukan ketenangan bersama.
Suatu malam, saat kami semua tertidur di ruang keluarga, Merita terbangun karena mendengar suara seseorang menyebut namanya. Ketika dia membuka mata, dia melihat sosok wanita berpakaian putih berdiri di depan jendela. Wanita itu menunjuk ke arah luar rumah. Merita merasa ada yang aneh dengan cara wanita itu menatapnya, seolah-olah dia ingin mengatakan sesuatu.
Keesokan harinya, Merita bercerita tentang sosok wanita itu kepada kami. Aku mulai merasa ada sesuatu yang harus kami temukan di luar rumah. Kami mulai menggali di sekitar halaman, berharap menemukan petunjuk. Di bawah pohon besar di belakang rumah, kami menemukan sebuah kotak kayu tua. Di dalamnya, ada buku harian milik Ny. Ratu. Dalam buku itu, dia menulis tentang kehilangan suaminya yang tragis dan rasa kesepiannya. Di halaman terakhir, ada catatan tentang seorang wanita yang sering datang mengunjunginya di malam hari. Wanita itu selalu meminta bantuan untuk "membebaskan dirinya".
Aku membawa buku harian itu ke Pak Hasan. Setelah membacanya, dia berkata bahwa mungkin roh wanita itu adalah arwah penasaran yang terperangkap di rumah ini. Kami harus melakukan ritual pemakaman yang layak untuknya. Kami mengumpulkan semua tetangga dan melakukan upacara pemakaman kecil di bawah pohon besar tempat kami menemukan kotak kayu itu.
Sejak saat itu, kejadian aneh di rumah mulai berkurang. Suara tangisan dan langkah kaki tidak lagi terdengar. Namun, kami masih merasa ada yang mengawasi, meskipun tidak seintens sebelumnya. Mungkin roh wanita itu akhirnya menemukan kedamaian, namun kehadirannya masih menyisakan jejak di rumah kami.
Meski begitu, kami memutuskan untuk tetap tinggal di rumah itu. Anak-anak mulai terbiasa dengan lingkungan baru mereka, dan perlahan-lahan, kami menemukan cara untuk hidup berdampingan dengan misteri yang ada. Rumah ini, dengan segala kisah menyeramkannya, kini menjadi bagian dari kehidupan kami yang baru di Poso. Kami belajar untuk menghargai kehadiran roh-roh yang mungkin masih berkeliaran, dan berharap bahwa mereka akhirnya bisa menemukan kedamaian yang sejati.


Posting Komentar